Sejarah desa Pemulutan OKI


CERITA LELUHUR
PRABU BANGSE KRAMAT
(MEMILKI ILMU MA'RIFAT)
PAWANG BUAYA KAYUAGUNG YANG LEBIH TUA DARI PAWANG BUAYA PEMULUTAN




Anak Tuan Djimat bernama MINAK BATIN berputra TURAS DALAM berputra MASKARAI, Sedangkan yang bernama MASKARAI mempunyai anak, yaitu H. MUNGGAH.
Kisah Cicit Haji Munggah Gelar BANGSE KRAMAT dalam sejarah hidupnya yang dituturkan/diceritakan secara turun temurun mengenai asal mula/ cikal bakal Desa Pemulutan sekarang, kisahnya diceritakan bahwa cicit H MUNGGAH dan istrinya dalam perjalanan berperahu kajang untuk berdagang, pada waktu itu pada umumnya daerah kayuagung masyarakatnya menggunakan  perahu kajang atau biduk kajang sebagai sarana Transportasi air. 


Biduk kajang atau perahu kajang sendiri merupakan peninggalan suku laut atau perahu Sriwijaya dan satu satunya perahu/biduk peninggalan Sriwijaya, dengan sejarah tersebut maka daerah Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir pada jaman Bupati Haji Ishak Mekki di bangunlah simbol atau ikon bangunan ciri khas Kayuagung yang berupa biduk kajang di taman Segi Tiga Emas dan di taman Kota dekat rumah dinas Bupati saat ini serta juga Gedung Olahraga (GOR) bangunannya berbentuk perahu kajang, namun sayang banyak peneliti belum ada sepenuhnya yang mengakui biduk kajang terebut peninggalan Kerajaan atau Kedatuan Sriwijaya berasal asli dari Daerah Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir. 

Kembali pada kisah Cicit H. Munggah Yang Bergelar Prabu Bangse Kramat dalam perjalanan menuju daerah Palembang, melewati sebuah sungai aliran dari sungai Komering, ditengah perjalanan pakai perahu kajang tersebut tiba tiba muncullah buaya yang sangat besar yang menghadang perjalanan H. Munggah dan keluarga, menurut cerita tutur lisan, buaya tersebut saking besarnya, perahu pun bisa masuk dalam mulutnya, dan ternyata banyak sudah manusia yang jadi korban keganasan buaya tersebut,  adapun cicit H Munggah yang merupakan masih anak keturunan dari Kiai Pati/Sipahit Lidah/ Diwe sukemilung, juga mempunyai kesaktian atau maunah, menghadapi buaya tersebut yang mengancam dirinya dan keluarganya H. Munggah tidak gentar sedikitpun, dengan kesaktian ucap serapahnya dengan Ijin Allah Subhanahu wa Ta'ala dia menunjuk buaya tersebut dengan telunjuknya dan berkata "Matilah engkau wahai buaya." lalu buaya besar tersebut dalam keadaan mulut yg terbuka langsung mati. kematian buaya besar itu dalam keadaaan mulut terbuka/nyangap. Dari kisah inilah asal mula nama desa Pemulutan yaitu buaya yang mati dalam keadaan mulut terbuka yaitu pemulutan  (Ngange Tesangap).

Dalam kisah yang lain pernah juga anak cucunya melihat banyak buaya buaya berjejer ketika cicit munggah mengambil air wudhu di tengah sungai, sebagai jembatan untuk berpijak buaya tersebut masih ada di depan masjid Alfurqon Jua jua di bawah sungai atau rumah yg di sebut tangge raje.

Dalam kisah atau cerita yg lain beliau (Cicit haji Munggah) juga mengikuti sayembara yang di dakan oleh Contler Belanda dan Pangeran, pada masa itu untuk menangkap buaya yang memakan manusia, pada waktu itu banyak yang ikut sayembara orang sakti mandraguna dengan kemampuannya masing-masing untuk menangkap buaya tersebut. Akan tetapi yg menarik perhatian Belanda dan Pangeran pada saat itu hanya tertuju pada Cicit H Munggah, dia dengan kesaktian ucap atau serapahnya mampu membuat Pangeran dan Penjajah Belanda terkagum kagum, dengan ijin Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan kekuatan ucapnya atau serapahnya, memanggil para buaya dan memerintahkan buaya buaya yang ada di sungai tersebut muncul semua dengan dengan menghibur atraksi seperti di sirkus.

Berdiri tegak di air dan menari, dan sambil menuggu kemunculan buaya yang memakan manusia tersebut untuk di tangkap dan setelah atraksi hiburan selesai menculah buaya yang memakan manusia tersebut untuk menyerahkan diri dan akhirnya buaya tersebut di tangkap dan di bunuh, karena pihak Belanda takjub dengan kelebihan H. Munggah maka diberikanlah oleh pihak Belanda gelar PRABU BANGSE KRAMAT (KERAMAT HIDUP). Dan beliau meninggal pada tahun 1936 dalam usia lebih dari seratus tahun.
Tamat

biduk kajang                      : bahasa Kayuagung yang artinya perahu kajang
nyangap                              : bahasa Kayuagung yang artinya Terbuka
(Ngange Tesangap )            : bahasa Kayuagung yang artinya Mulut terbuka
tangge raje                             : bahasa Kayuagung yang artinya Tangga Raja


sumber : https://www.facebook.com/100001102201001/posts/3181669151879794/?app=fbl